Naskah_Kuno - Babad Limbangan
Kecamatan : Garut Kota
Nama pemegang naskah : R. Sulaeman Anggapradja
Tempat naskah : Jln Ciledug 225 Kel. Kota Kulon. Kec Garut Kota
Asal naskah : warisan
Ukuran naskah : 20.5 x 32 cm
Ruang tulisan : 17 x 17 cm
Keadaan naskah : baik
Tebal naskah : 16 Halaman
Jumlah baris per halaman : 39 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 39 dan 23 baris
Huruf : Latin
Ukuran huruf : sedang
Warna tinta : hitam
Bekas pena : agak tajam
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas bergaris ukuran folio
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : putih
Keadaan kertas : agak tebal, halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : puisi
Ringkasan isi :
Pada zaman dahulu kala Prabu Layaran Wangi (Prabu Siliwangi) dari kerajaan Pakuan Raharja mempunyai seorang pembantu bernama Aki Panyumpit. Setiap hari Aki Panyumpit diberi tugas berburu binatang dengan menggunakan alat sumpit (panah) dan busur.
Pada suatu hari Aki Panyumpit pergi berburu ke arah Timur. Sampai tengah hari ia belum memperoleh hasil buruannya, padahal telah banyak bukit dan gunung didaki. Sesampainya di puncak gunung, ia mencium wewangian dan melihat sesuatu yang bersinar di sebelah Utara pinggir sungai Cipancar. Ternyata harum wewangian dan sinar itu keluar dari badan seorang putrid yang sedang mandi serta mengaku putra Sunan Rumenggong, yaitu Putri Rambut Kasih penguasa daerah Limbangan.
Peristiwa pertemuan dengan Nyi Putri dari Limbangan dikisahkan oleh Aki Panyumpit kepada Prabu Layaran Wangi. Berdasarkan peristiwa itu Prabu Layaran Wangi menamai gunung itu Gunung Haruman (haruman = wangi). Prabu Layaran Wangi bermaksud memperistri putrid dari Limbangan. Ia mengirimkan Gajah Manggala dan Arya Gajah (keduanya pembesar Pakuan Raharja).
Aki Panyumpit serta sejumlah pengiring bersenjata lengkap untuk meminang putri tersebut dengan pesan lamaran itu harus berhasil dan jangan kembali sebelum berhasil. Kendatipun pada awalnya Nyi Putri menolak lamaran tetapi setelah berhasil dinasehati Sunan Rumenggong, ayahnya, akhirnya menerima dijadikan istri oleh Prabu Layaran Wangi.
Selang 10 tahun antaranya, Nyi Putri (Rambut Kasih) mempunyai dua orang putra dari Raja Pakuan Raharja, yaitu Basudewa dan Liman Senjaya. Kedua anak itu dibawa ke Limbangan oleh Sunan Rumenggong (kakeknya) dan kemudian dijadikan kepala daerah di sana. Basudewa menjadi penguasa Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa dan Liman Senjaya penguasa daerah Dayeuh Luhur di sebelah Selatan dengan gelar Preabu Liman Senjaya.
Di kemudian hari Prabu Liman Senjaya setelah beristri membuka tanah, membuat babakan pidayeuheun (kota) dan lama kelamaan dibangun sebuha Negara dengan nama Dayeuh Manggung. Negara baru ini bisa berkembang sehingga dikenal baik oleh tetangga-tetangganya, seperti Sangiang Mayok, Tibanganten, Mandalaputang. Dayeuh Manggung terkenal karena keahlian dalam membuat tenunan. Rajanya yang lain yang termashur adalah Sunan Ranggalawe.
Rabu, 19 September 2007
Naskah_Kuno - Suryaningrat
Naskah_Kuno - Suryaningrat
Kecamatan : Balubur Limbangan
Nama pemegang naskah : Duki bin Saleh
Tempat naskah : Desa Cigagade
Asal naskah : salinan
Ukuran naskah : 17 x 22 cm
Ruang tulisan : 14 x 18 cm
Keadaan naskah : baik
Tebal naskah : 269 Halaman
Jumlah baris per halaman : 13 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 10 baris
Huruf : Arab/Pegon
Ukuran huruf : sedang
Warna tinta : hitam
Bekas pena : agak tajam
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas bergaris
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : putih kekuning-kuningan
Keadaan kertas : tipis halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : puisi
Ringkasan isi :
Tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Banurungsit. Kerajaan itu diperintah oleh seorang raja bernama Suryanagara. Ia mempunyai seorang putra bernama Suryaningrat. Suryaningrat beristri Ningrumkusumah, putra patih. Setelah Raja Suryanagara meninggal, Raden Suryaningrat diangkat menjadi raja. Ternyata pengangkatan tersebut tidak dikehendaki oleh Raja Duryan. Kerajaan Banurungsit diserang Raja Duryan yang mendapat dukungan rakyat Banurungsit. Dalam peperangan yang terjadi Suryaningrat kalah, lalu ditangkap dan dipenjarakan sedangkan istrinya, Ningrumkusumah dipaksa untuk menjadi istri raja Duryan.
Dengan menggunakan ilmu sirep, Ningrumkusumah berhasil membebaskan suaminya. Kemudian mereka melarikan diri ke hutan. Mereka terus berkelana sampai akhirnya tiba di wilayah negara Durselam. Ketika sedang mandi di sebuah Taman yang indah, Ningrumkusumah dilihat patih Indra Bumi yang ditugaskan oleh raja Durselam mencarikan wanita cantik untuk dijadikan istrinya. Dalam perjalanan menuju ibukota Durselam, Suryaningrat ditenggelamkan ke dalam sungai oleh Demang Langlaung. Meskipun suaminya Suryaningrat telah tenggelam dibawa arus sungai, Ningrumkusumah mencari suaminya menyusuri sungai. Dalam perjalanan mencari suaminya, Ningrumkusumah mendapat keris pusaka bernama Bantal Nogar dari seorang pertapa berasal dari tanah Arab yang bernama Syeh Rukman. Menurut petunjuk pertapa untuk dapat bertemu kembali dengan suami, Ningrumkusumah harus menyamar menjadi seorang laki-laki dengan nama Raden Rukmantara. Raden Rukmantara terlibat perang dengan pasukan Duryan yang menguasai Banurungsit. Raja Duryan sedang mencari Raden Suryaningrat dan Ningrumkusumah. Dalam perang tersebut Raden Rukmantara menang.
Raden Rukmantara melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan ia sempat ke Negara Erum yang diperintah oleh Sri Amangkurat. Raja ini mempunyai seorang putri cantik bernama Ratna Wulan. Ratna Wulan jatuh cinta kepada Raden Rukmantara yang tidak mengetahui bahwa sebetulnya orang itu adalah wanita. Raden Rukmantara pura-pura mau. Akhirnya mereka menikah. Raden Rukmantara diangkat menjadi raja negara Erum.
Prabu Kandi, raja negara Esam, yang ditolak lamarannya oleh putri Ratna Wulan menantang perang kepada negara Erum. Raden Rukmantara berhasil mengalahkan Prabu Kandi berkat tuah senjata pemberian Syeh Rukman. Prabu Kandi sendiri yang telah dikalahkan oleh Rukmantara dipaksa untuk menganut agama Islam.
Raden Suryaningrat yang hanyut di sungai telah sampai ke sebuah puli Peri yang dikuasai oleh Naga Giri. Raden Suryaningrat dapat meninggalkan Nusa Ipri dan sampailah ke negara Erum. Raden Rukmantara alias putri Ningrumkusumah yang sedang mencari suaminya membuat sayembara di negara Erum dengan memasang gambarnya yang sedang menangisi Raden Suryaningrat. Barangsiapa yang melihat gambarnya yang sedang menangis harus membawanya ke istana. Melalui gambar tersebut Raden Suryaningrat dapat bertemu kembali dengan istrinya, Ningrumkusumah. Selanjutnya Ratna Wulan dijadikan istri kedua oleh Raden Suryaningrat.
Ringkas cerita,setelah semua musuh dapat dikalahkan dan mereka diampuni bahkan diangkat menjadi senapati di negara asal masing-masing, Raden Suryaningrat dengan istrinya hidup tentram di negara Banurungsit.
Kecamatan : Balubur Limbangan
Nama pemegang naskah : Duki bin Saleh
Tempat naskah : Desa Cigagade
Asal naskah : salinan
Ukuran naskah : 17 x 22 cm
Ruang tulisan : 14 x 18 cm
Keadaan naskah : baik
Tebal naskah : 269 Halaman
Jumlah baris per halaman : 13 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 10 baris
Huruf : Arab/Pegon
Ukuran huruf : sedang
Warna tinta : hitam
Bekas pena : agak tajam
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas bergaris
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : putih kekuning-kuningan
Keadaan kertas : tipis halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : puisi
Ringkasan isi :
Tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Banurungsit. Kerajaan itu diperintah oleh seorang raja bernama Suryanagara. Ia mempunyai seorang putra bernama Suryaningrat. Suryaningrat beristri Ningrumkusumah, putra patih. Setelah Raja Suryanagara meninggal, Raden Suryaningrat diangkat menjadi raja. Ternyata pengangkatan tersebut tidak dikehendaki oleh Raja Duryan. Kerajaan Banurungsit diserang Raja Duryan yang mendapat dukungan rakyat Banurungsit. Dalam peperangan yang terjadi Suryaningrat kalah, lalu ditangkap dan dipenjarakan sedangkan istrinya, Ningrumkusumah dipaksa untuk menjadi istri raja Duryan.
Dengan menggunakan ilmu sirep, Ningrumkusumah berhasil membebaskan suaminya. Kemudian mereka melarikan diri ke hutan. Mereka terus berkelana sampai akhirnya tiba di wilayah negara Durselam. Ketika sedang mandi di sebuah Taman yang indah, Ningrumkusumah dilihat patih Indra Bumi yang ditugaskan oleh raja Durselam mencarikan wanita cantik untuk dijadikan istrinya. Dalam perjalanan menuju ibukota Durselam, Suryaningrat ditenggelamkan ke dalam sungai oleh Demang Langlaung. Meskipun suaminya Suryaningrat telah tenggelam dibawa arus sungai, Ningrumkusumah mencari suaminya menyusuri sungai. Dalam perjalanan mencari suaminya, Ningrumkusumah mendapat keris pusaka bernama Bantal Nogar dari seorang pertapa berasal dari tanah Arab yang bernama Syeh Rukman. Menurut petunjuk pertapa untuk dapat bertemu kembali dengan suami, Ningrumkusumah harus menyamar menjadi seorang laki-laki dengan nama Raden Rukmantara. Raden Rukmantara terlibat perang dengan pasukan Duryan yang menguasai Banurungsit. Raja Duryan sedang mencari Raden Suryaningrat dan Ningrumkusumah. Dalam perang tersebut Raden Rukmantara menang.
Raden Rukmantara melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan ia sempat ke Negara Erum yang diperintah oleh Sri Amangkurat. Raja ini mempunyai seorang putri cantik bernama Ratna Wulan. Ratna Wulan jatuh cinta kepada Raden Rukmantara yang tidak mengetahui bahwa sebetulnya orang itu adalah wanita. Raden Rukmantara pura-pura mau. Akhirnya mereka menikah. Raden Rukmantara diangkat menjadi raja negara Erum.
Prabu Kandi, raja negara Esam, yang ditolak lamarannya oleh putri Ratna Wulan menantang perang kepada negara Erum. Raden Rukmantara berhasil mengalahkan Prabu Kandi berkat tuah senjata pemberian Syeh Rukman. Prabu Kandi sendiri yang telah dikalahkan oleh Rukmantara dipaksa untuk menganut agama Islam.
Raden Suryaningrat yang hanyut di sungai telah sampai ke sebuah puli Peri yang dikuasai oleh Naga Giri. Raden Suryaningrat dapat meninggalkan Nusa Ipri dan sampailah ke negara Erum. Raden Rukmantara alias putri Ningrumkusumah yang sedang mencari suaminya membuat sayembara di negara Erum dengan memasang gambarnya yang sedang menangisi Raden Suryaningrat. Barangsiapa yang melihat gambarnya yang sedang menangis harus membawanya ke istana. Melalui gambar tersebut Raden Suryaningrat dapat bertemu kembali dengan istrinya, Ningrumkusumah. Selanjutnya Ratna Wulan dijadikan istri kedua oleh Raden Suryaningrat.
Ringkas cerita,setelah semua musuh dapat dikalahkan dan mereka diampuni bahkan diangkat menjadi senapati di negara asal masing-masing, Raden Suryaningrat dengan istrinya hidup tentram di negara Banurungsit.
Naskah_Kuno - Batara Kala
Naskah_Kuno - Batara Kala
Kecamatan : Sukawening
Nama Pemegang naskah : Adang
Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu
Asal naskah : warisan
Ukuran naskah : 17 x 22 cm
Ruang tulisan : 13 x 16 cm
Keadaan naskah : tidak utuh
Tebal naskah : 32 Halaman
Jumlah baris per halaman : 14 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : -
Huruf : Arab/Pegon
Ukuran huruf : sedang
Warna tinta : hitam
Bekas pena : tumpul
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas tidak bergaris
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : kecoklat-coklatan
Keadaan kertas : tipis agak halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : puisi
Ringkasan Isi :
Keadaan di Sorgaloka kacau balau akibat ulah seorang putri di bumi bernama Dewi Tanara melakukan Tapabrata di Gunung Marabu. Dewi Tanara ingin bersuamikan seseorang yang suka disembah tetapi tidak diberi kewajiban untuk menyembah. Turunlah Batara Guru dari Sorgaloka karena merasa bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh Dewi Tanara.
Batara Guru berubah wujud menjadi seorang raksasa ketika mengejar-ngejar Dewi Tanara karena melihat paha Dewi Tanara raksasa terjatuh dan meneteskan sperma sehingga jatuh ke tanah. Raksasa sadar bahwa ia adalah Batara Guru dan berjanji tidak akan mengejar-ngejar lagi asal wujudnya dikembalikan ke wujud semula. Saat itu juga Batara Guru kembali dari wujud raksasa ke wujud semula. Kemudian Batara Guru pulang ke Sorgaloka sedangkan Dewi Tanara kembali ke negrinya. Keadaan di Sorgaloka kembali tenteram, Batara Narada disuruh Batara Guru untuk mengamankan spermanya yang jatuh ke tanah, akan tetapi setelah sperma itu dibuang ke laut malah menjelma menjadi seorang raksasa yang bernama Batara Kala.
Batara Kala diberitahu oleh Semar bahwa Batara Guru adalah ayahnya. Pergilah Batara Kala ke negeri Sorgaloka menjumpai Batara Guru dan minta makanan dari jenis daging manusia. Batara Guru mengabulkan permintaannya dengan syarat hanya beberapa dari jenis daging manusia diantaranya ialah orang yang berstatus anak tunggal, orang yang berstatus kadana kadini ( hanya bersaudara kakak beradik laki-laki dan perempuan atau perempuan dan laki-laki ), orang yang berstatus nanggung bugang (kakak dan adik meninggal dunia), orang yang berstatus anak mungku (hanya tiga bersaudara dua perempuan satu laki-laki atau sebaliknya), orang-oarang yang dilahirkan pada waktu malam hari, orang-orang yang bepergian pada waktu maghrib, akan tetapi batara Guru memberikan larangan bahwa orang yang sedang berada di arena pagelaran wayang, tidak boleh dimakan.
Orang-orang di bumi kalang kabut, takut kepada Batara Kala, Batara Guru bingung memikirkan nasib manusia di bumi yang ketakutan kepada Batara Kala dan mungkin akan habis dimakan olehnya. Maka turunlah Batara Guru dengan rombongannya ke bumi menyamar menjadi kelompok penabuh wayang. Batara Guru sendiri menjadi dalangnya, dengan sebutan dayang Longlongan.
Kecamatan : Sukawening
Nama Pemegang naskah : Adang
Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu
Asal naskah : warisan
Ukuran naskah : 17 x 22 cm
Ruang tulisan : 13 x 16 cm
Keadaan naskah : tidak utuh
Tebal naskah : 32 Halaman
Jumlah baris per halaman : 14 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : -
Huruf : Arab/Pegon
Ukuran huruf : sedang
Warna tinta : hitam
Bekas pena : tumpul
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas tidak bergaris
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : kecoklat-coklatan
Keadaan kertas : tipis agak halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : puisi
Ringkasan Isi :
Keadaan di Sorgaloka kacau balau akibat ulah seorang putri di bumi bernama Dewi Tanara melakukan Tapabrata di Gunung Marabu. Dewi Tanara ingin bersuamikan seseorang yang suka disembah tetapi tidak diberi kewajiban untuk menyembah. Turunlah Batara Guru dari Sorgaloka karena merasa bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh Dewi Tanara.
Batara Guru berubah wujud menjadi seorang raksasa ketika mengejar-ngejar Dewi Tanara karena melihat paha Dewi Tanara raksasa terjatuh dan meneteskan sperma sehingga jatuh ke tanah. Raksasa sadar bahwa ia adalah Batara Guru dan berjanji tidak akan mengejar-ngejar lagi asal wujudnya dikembalikan ke wujud semula. Saat itu juga Batara Guru kembali dari wujud raksasa ke wujud semula. Kemudian Batara Guru pulang ke Sorgaloka sedangkan Dewi Tanara kembali ke negrinya. Keadaan di Sorgaloka kembali tenteram, Batara Narada disuruh Batara Guru untuk mengamankan spermanya yang jatuh ke tanah, akan tetapi setelah sperma itu dibuang ke laut malah menjelma menjadi seorang raksasa yang bernama Batara Kala.
Batara Kala diberitahu oleh Semar bahwa Batara Guru adalah ayahnya. Pergilah Batara Kala ke negeri Sorgaloka menjumpai Batara Guru dan minta makanan dari jenis daging manusia. Batara Guru mengabulkan permintaannya dengan syarat hanya beberapa dari jenis daging manusia diantaranya ialah orang yang berstatus anak tunggal, orang yang berstatus kadana kadini ( hanya bersaudara kakak beradik laki-laki dan perempuan atau perempuan dan laki-laki ), orang yang berstatus nanggung bugang (kakak dan adik meninggal dunia), orang yang berstatus anak mungku (hanya tiga bersaudara dua perempuan satu laki-laki atau sebaliknya), orang-oarang yang dilahirkan pada waktu malam hari, orang-orang yang bepergian pada waktu maghrib, akan tetapi batara Guru memberikan larangan bahwa orang yang sedang berada di arena pagelaran wayang, tidak boleh dimakan.
Orang-orang di bumi kalang kabut, takut kepada Batara Kala, Batara Guru bingung memikirkan nasib manusia di bumi yang ketakutan kepada Batara Kala dan mungkin akan habis dimakan olehnya. Maka turunlah Batara Guru dengan rombongannya ke bumi menyamar menjadi kelompok penabuh wayang. Batara Guru sendiri menjadi dalangnya, dengan sebutan dayang Longlongan.
Naskah_Kuno - Kitab Etangan
Naskah_Kuno - Kitab Etangan
Kecamatan : Sukawening
Nama pemegang naskah : Adang
Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu
Asal naskah : warisan
Ukuran naskah : 17 x 21 cm
Ruang tulisan : 14 x 18 cm
Keadaan naskah : sebagian rusak
Tebal naskah : 20 Halaman
Jumlah baris per halaman : 13 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 13 baris
Huruf : Arab/Pegon
Ukuran huruf : besar
Warna tinta : hitam
Bekas pena : tumpul
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas tidak bergaris
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : kuning kecoklat-coklatan
Keadaan kertas : tebal, keras, halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : prosa dan prosa liris
Ringkasan isi :
Naskah kitab etangan dipergunakan sebagai sumber petunjuk apabila hendak melakukan suatu pekerjaan, baik pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian maupun dengan urusan bepergian, perjodohan serta urusan-urusan lainnya. Pemegang naskah khususnya, serta sebagian masyarakat sekitar pada umumnya banyak mempercayai akan kebenaran petunjuk kitab itu. Oleh karena itu kitab tersebut sangat dipusti-pusti.
Hal-hal yang terkandung didalamnya adalah :
1.Tentang waktu bulan dan hari, hala yang berhubungan dengan waktu naas ( sial ) dan kejayaan atau keberhasilan atas sesuatu. Perhitungannya dilakukan pada awal atao sebelum pekerjaan mulai.
2.Jampe ( jampi ), jangjawokan ( mantra ), dan do?a.
3.Beberapa table yang berisikan tentang pernasiban, baik dan buruk.
Kecamatan : Sukawening
Nama pemegang naskah : Adang
Tempat naskah : Kp. Cieunteung Desa Mekarluyu
Asal naskah : warisan
Ukuran naskah : 17 x 21 cm
Ruang tulisan : 14 x 18 cm
Keadaan naskah : sebagian rusak
Tebal naskah : 20 Halaman
Jumlah baris per halaman : 13 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 12 dan 13 baris
Huruf : Arab/Pegon
Ukuran huruf : besar
Warna tinta : hitam
Bekas pena : tumpul
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas tidak bergaris
Cap kertas : tidak ada
Warna kertas : kuning kecoklat-coklatan
Keadaan kertas : tebal, keras, halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : prosa dan prosa liris
Ringkasan isi :
Naskah kitab etangan dipergunakan sebagai sumber petunjuk apabila hendak melakukan suatu pekerjaan, baik pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian maupun dengan urusan bepergian, perjodohan serta urusan-urusan lainnya. Pemegang naskah khususnya, serta sebagian masyarakat sekitar pada umumnya banyak mempercayai akan kebenaran petunjuk kitab itu. Oleh karena itu kitab tersebut sangat dipusti-pusti.
Hal-hal yang terkandung didalamnya adalah :
1.Tentang waktu bulan dan hari, hala yang berhubungan dengan waktu naas ( sial ) dan kejayaan atau keberhasilan atas sesuatu. Perhitungannya dilakukan pada awal atao sebelum pekerjaan mulai.
2.Jampe ( jampi ), jangjawokan ( mantra ), dan do?a.
3.Beberapa table yang berisikan tentang pernasiban, baik dan buruk.
Naskah_Kuno - Suryakanta
Ringkasan isi:
Adalah sebuah kerajaan Tanjung Karoban Bagendir yang jauhnya dari kerajaan Banurungsit tujuh bulan perjalanan. Raja Tanjung Karoban Bagendir bernama Dengali dengan patihnya Dungala yang kedua-duanya siluman. Raja Dengali mempunyai istri dua orang, Kala Andayang dan Kala Jahar. Pada suatu hari Raja Dengali didatangi oleh Emban Turga, Emban melaporkan bahwa kerajaan Nusantara baru saja dikalahkan oleh Raden Suryaningrat dari kerajaan Erum. Emban Turka terpikat oleh ketampanan dan kegagahan Raden Suryaningrat. Tatkala ia menyatakan cintanya ,serta merta ditolak oleh Raden Suryaningrat, bahkan Emban Turga diusir. Emban Turga mohon bantuan Raja Dengali agar memperoleh Raden Suryanigrat untuk dijadikan suami. Raja Dengali menjanjikan akan membantu menangkap Raden Suryaningrat. Ia menyuruh seorang raksasa untuk mencuri putra mahkotanya bernama Suryakanta. Raden Suryakanta dapat diculik ketika sedang bermain ditaman. Maka hebohlah kerajaan Erum dan Nusantara karena kehilangan putra mahkota. Istri raja yang bernama Ningrumkusumah diusir karena dianggap dialah yang menjadi sebab hilangnya Raden Suryakanta. Ningrumkusumah pergi tanpa tujuan. Dalam perjalanannya ia sampai ke tempat pertapaan Pandita Syeh Rukmin,yang memberitahu bahwa ia telah difitnah oleh seseorang yang bernama Jamawati.
Untuk membalas dendam kepada yang memfitnah dan mendapatkan kembali Raden Suryakanta yang diculik atas perintah Raja Dengali, Ningrumkusumah harus berganti nama menjadi Jaya Komara Diningrat atau Jaya Lalana Di Ningrat. menyamar seolah-olah menjadi laki-laki.
Ningrumkusumah alias Jaya Komara dapat membunuh Raja Dengali dan Emban Turga. Tetapi untuk menemukan kembali Raden Suryakanta,ia harus mengalami bermacam-macam kesengsaraan dan peperangan. Dalam peperangan yang terjadi, Ningrukusumah selalu menang. Di setiap negara yang dikalahkannya, raja dan pemeluknya diharuskan memeluk agama Islam, diantaranya kerajaan Yunan, Turki, Raja Bahrain, Raja Gosman. Prabu Suryaningrat sepeninggalan Ningrumkusumah jatuh sakit. Ia selalu teringat kepada istrinya dan menyesali kepergiannya. Ditambah lagi putra kesayangannya Suryakanta belum ditemukan juga. Ia tidak menyangka bahwa Ningrumkusumah telah difitnah oleh Jamawati, istrinya yang lain.
Lama-kelamaan Raja Suryaningrat mengetahui dari seorang mentri bahwa Jamawati lah yang telah memfitnah Ningrumkusumah. Raden Suryaningrat sangat marah kepada Jamawati dan terbukalah bahwa yang telah mencuri Suryakanta adalah Raja Dengali atas permintaan Emban Turga.
Raden Suryaningrat menantang perang kepada Raja Dengali dari Kerajaan Tanjung Karoban Bagendir. Berkat kegagahan Ningrumkusumah dan Ratna Wulan (keduanya istri Raden Suryaningrat), Dengali dikalahkan dan Suryakanta kembali.
Adalah sebuah kerajaan Tanjung Karoban Bagendir yang jauhnya dari kerajaan Banurungsit tujuh bulan perjalanan. Raja Tanjung Karoban Bagendir bernama Dengali dengan patihnya Dungala yang kedua-duanya siluman. Raja Dengali mempunyai istri dua orang, Kala Andayang dan Kala Jahar. Pada suatu hari Raja Dengali didatangi oleh Emban Turga, Emban melaporkan bahwa kerajaan Nusantara baru saja dikalahkan oleh Raden Suryaningrat dari kerajaan Erum. Emban Turka terpikat oleh ketampanan dan kegagahan Raden Suryaningrat. Tatkala ia menyatakan cintanya ,serta merta ditolak oleh Raden Suryaningrat, bahkan Emban Turga diusir. Emban Turga mohon bantuan Raja Dengali agar memperoleh Raden Suryanigrat untuk dijadikan suami. Raja Dengali menjanjikan akan membantu menangkap Raden Suryaningrat. Ia menyuruh seorang raksasa untuk mencuri putra mahkotanya bernama Suryakanta. Raden Suryakanta dapat diculik ketika sedang bermain ditaman. Maka hebohlah kerajaan Erum dan Nusantara karena kehilangan putra mahkota. Istri raja yang bernama Ningrumkusumah diusir karena dianggap dialah yang menjadi sebab hilangnya Raden Suryakanta. Ningrumkusumah pergi tanpa tujuan. Dalam perjalanannya ia sampai ke tempat pertapaan Pandita Syeh Rukmin,yang memberitahu bahwa ia telah difitnah oleh seseorang yang bernama Jamawati.
Untuk membalas dendam kepada yang memfitnah dan mendapatkan kembali Raden Suryakanta yang diculik atas perintah Raja Dengali, Ningrumkusumah harus berganti nama menjadi Jaya Komara Diningrat atau Jaya Lalana Di Ningrat. menyamar seolah-olah menjadi laki-laki.
Ningrumkusumah alias Jaya Komara dapat membunuh Raja Dengali dan Emban Turga. Tetapi untuk menemukan kembali Raden Suryakanta,ia harus mengalami bermacam-macam kesengsaraan dan peperangan. Dalam peperangan yang terjadi, Ningrukusumah selalu menang. Di setiap negara yang dikalahkannya, raja dan pemeluknya diharuskan memeluk agama Islam, diantaranya kerajaan Yunan, Turki, Raja Bahrain, Raja Gosman. Prabu Suryaningrat sepeninggalan Ningrumkusumah jatuh sakit. Ia selalu teringat kepada istrinya dan menyesali kepergiannya. Ditambah lagi putra kesayangannya Suryakanta belum ditemukan juga. Ia tidak menyangka bahwa Ningrumkusumah telah difitnah oleh Jamawati, istrinya yang lain.
Lama-kelamaan Raja Suryaningrat mengetahui dari seorang mentri bahwa Jamawati lah yang telah memfitnah Ningrumkusumah. Raden Suryaningrat sangat marah kepada Jamawati dan terbukalah bahwa yang telah mencuri Suryakanta adalah Raja Dengali atas permintaan Emban Turga.
Raden Suryaningrat menantang perang kepada Raja Dengali dari Kerajaan Tanjung Karoban Bagendir. Berkat kegagahan Ningrumkusumah dan Ratna Wulan (keduanya istri Raden Suryaningrat), Dengali dikalahkan dan Suryakanta kembali.
IMAM JA'FAR ASH-SHADIEQ
Ja'far ash-Shadiq
Imam Syi'ah
Dua Belas Imam
--------------------------------------------------------------------------------
Ali bin Abi Thalib
Hasan al-Mujtaba
Husain asy-Syahid
Ali Zainal Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja'far ash-Shadiq
Musa al-Kadzim
Ali ar-Ridha
Muhammad al-Jawad
Ali al-Hadi
Hasan al-Asykari
Muhammad al-Mahdi
--------------------------------------------------------------------------------
Ja'far ash-Shadiq (Bahasa Arab: جعفر الصادق), nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, adalah Imam ke-6 dalam tradisi Islam Syi'ah. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702 Masehi (M), dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah / 13 Desember 765 M. Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillah dimakamkan di Pekuburan Baqi', Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja'fari atau Dua Belas Imam; ia pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki). Perbedaan tentang siapa yang menjadi Imam setelahnya menjadikan mazhab Ismailiyah berbeda pandangan dengan mazhab Dua Belas Imam.
Daftar isi
1 Kelahiran dan kehidupan keluarga
1.1 Kelahiran
1.2 Keluarga
1.3 Keturunan
1.3.1 Anak laki-laki
1.3.2 Anak perempuan
1.4 Kehidupan awal
1.5 Meninggalnya
2 Masa keimaman
3 Perkembangan Mazhab Dua Belas Imam
3.1 Perkembangan pesat Mazhab Dua Belas Imam
3.2 Murid-murid Ja'far ash-Shadiq
3.3 Sasaran dari khalifah yang berkuasa
3.4 Penangkapannya
4 Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq
4.1 Dari Malik bin Anas
4.2 Dari Abu Hanifah
4.3 Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata
5 Referensi
6 Pranala Luar
7 Anekdot
Kelahiran dan kehidupan keluarga
Kelahiran
Ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 20 April 702 Masehi. Ia merupakan anak sulung dari Muhammad al-Baqir, sedangkan ibunya bernama Fatimah (beberapa riwayat menyatakan Ummu Farwah) binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan keturunan Abu Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya, Abdullah bin Abu Bakar. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan, dari Bani Umayyah.
Keluarga
Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad. Sedangkan saudara lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan Ubaydullah yang beribukan Umm Hakim binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan Zaynab beribukan wanita hamba sahaya, dan Umm Salamah yang beribukan wanita hamba pula.
Keturunan
Anak laki-laki
Isma'il bin Ja'far (Imam ke-7 menurut Ismailiyah)
Abdullah al-Afthah bin Ja'far
Musa bin Ja'far (Imam ke-7 menurut Dua Belas Imam)
Ishaq bin Ja'far
Muhammad al-Dhibbaja bin Ja'far
Abbas bin Ja'far
Ali bin Ja'far
Anak perempuan
Fatimah binti Ja'far
Asma binti Ja'far
Ummu Farwah binti Ja'far
Kehidupan awal
Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, ia dididik langsung oleh ayahnya. Setelah kepergian ayahnya yang syahid pada tahun 114 H, ia menggantikan posisi ayahnya sebagai Imam bagi kalangan Muslim Syi'ah.
Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan dinasti Bani Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99 H). Kedua-dua bersaudara inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk meracuni Ali Zainal Abidin, pada tahun 95 Hijriyah. Saat itu Ja'far ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat menyaksikan keadilan Umar II (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah.
Meninggalnya
Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4 Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat dari kalangan Syi'ah, dengan diracun atas perintah Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.
Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu khalifah sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana Al-Mansur menjadi gagal.
Ia dimakamkan di pekuburan Baqi', Madinah, berdekatan dengan Hasan bin Ali, Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir.
Masa keimaman
Situasi politik di zaman itu sangat menguntungkannya, sebab di saat itu terjadi pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Ja'far ash-Shadiq mampu menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke segenap penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, di Eropa dikenal dengan nama Geber, seorang ahli matematika dan kimia, Hisyam bin al-Hakam, Mu'min Thaq seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama Sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), al-Qodi As-Sukuni, Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki) dan lain-lain.
Di zaman Imam Ja'far, terjadi pergolakan politik dimana rakyat sudah jenuh berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman dan penindasan yang mereka lakukan selama ini. Situasi yang kacau dan pemerintahan yang mulai goyah dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah yang juga berambisi kepada kekuasaan. Kemudian mereka berkampanye dengan berkedok sebagai "para penuntut balas dari Bani Hasyim".
Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbasiyah mulai membuka kedoknya serta merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu, ternyata Bani Abbasiyah memusuhi Ahlul Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam syahid dengan meracunnya.
"Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/702 M. Dia wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan Syi'ah diracun dan dibunuh karena intrik Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia menjadi Imam keenam atas titah Illahi dan fatwa para pendahulunya." [1]
Perkembangan Mazhab Dua Belas Imam
Perkembangan pesat Mazhab Dua Belas Imam
Selama masa keimaman Ja'far ash-Shadiq inilah, mazhab Syi'ah Dua Belas Imam atau dikenal juga Imamiah mengalami kesempatan yang lebih besar dan iklim yang menguntungkan baginya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama. Ini dimungkinkan akibat pergolakan di berbagai negeri Islam, terutama bangkitnya kaum Muswaddah untuk menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah, dan perang berdarah yang akhirnya membawa keruntuhan dan kemusnahan Bani Umayyah. Kesempatan yang lebih besar bagi ajaran Syi'ah juga merupakan hasil dari landasan yang menguntungkan, yang diciptakan Imam ke-5 selama 20 tahun masa keimamannya melalui pengembangan ajaran Islam yang benar dan pengetahuan Ahlul Bait. Sampai sekarang pun mazhab Syi'ah Imamiah juga dikenal dengan mazhab Ja'fari.
Murid-murid Ja'far ash-Shadiq
Imam telah memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan berbagai pengetahuan keagamaan sampai saat terakhir dari keimamannya yang bersamaan dengan akhir Bani Umayyah dan awal dari kekhalifahan Bani Abbasiyah. Ia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan aqliah (intelektual) dan naqliah (agama) seperti:
Zararah,
Muhammad bin Muslim,
Mukmin Thaq,
Hisyam bin Hakam,
Aban bin Taghlib,
Hisyam bin Salim,
Huraiz,
Hisyam Kaibi Nassabah, dan
Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia. (di Eropa dikenal dengan nama Geber)
Bahkan beberapa sarjana terkemuka Sunni seperti:
Sofyan ats-Tsauri,
Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi),
Qadhi Sukuni,
Qodhi Abu Bakhtari,
Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki)
Mereka beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan majelis-majelis pengajaranya menghasilkan empat ribu sarjana hadist dan ilmu pengetahuan lain. Jumlah hadist yang terkumpul dari Imam ke-5 dan ke-6, lebih banyak dari seluruh hadits yang pernah dicatat dari Imam lainnya.
Sasaran dari khalifah yang berkuasa
Tetapi menjelang akhir hayatnya, ia menjadi sasaran pembatasan-pembatasan yang dibuat atas dirinya oleh Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah, yang memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan Nabi, yang merupakan kaum Syi'ah, hingga tindakan-tindakannya bahkan melampaui kekejaman Bani Umayyah. Atas perintahnya mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok, beberapa dan mereka dibuang dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati, sedangkan yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup atau ditempatkan di bawah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas mereka.
Penangkapannya
Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam ke-6 dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh As-Saffah, khalifah Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarra, Iraq untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia Al-Mansur.
Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq
Dari Malik bin Anas
Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab Tahdhib al-Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104:
"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini:
beliau sedang shalat,
beliau sedang berpuasa,
beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.
Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW tanpa taharah. Beliau seorang yang paling bertaqwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu pengetahuannya."
Dari Abu Hanifah
Pada suatu ketika khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin mengadakan perdebatan antara Abu Hanifah dengan Imam Ja'far ash-Shadiq AS. Khalifah bertujuan untuk menunjukkan kepada Abu Hanifah bahwa banyak orang sangat tertarik kepada Imam Ja'far bin Muhammad karena ilmu pengetahuannya yang luas itu. Khalifah Al-Mansur meminta Abu Hanifah menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam Ja'afar bin Muhammad AS di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya Al-Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad, dengan cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin Muhammad tidaklah luas ilmunya.
Menurut Abu Hanifah,
"Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin Muhammad duduk di sisi Al-Mansur. Ketika aku memandang Ja'far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa getar dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada Al-Mansur. Setelah memberikan salam, Al-Mansur memintaku duduk dan beliau memperkenalkanku kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian Al-Mansur memintaku mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu, mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya."
Abu Hanifah berkata lagi,
"Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain?"
Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata,
"Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqih yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad." [2]
Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata
"Hadist-hadist yang aku keluarkan adalah hadits-hadits dari bapakku. Hadist-hadist dari bapakku adalah dari kakekku. Hadist-hadist dari kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib, Amirul Mu'minin. Hadist-hadist dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadist-hadist dari Rasulullah SAW dan hadist-hadist dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah Azza Wa Jalla." [3]
Referensi
^ Thabathaba'i dalam "Islam Syiah (Asal-Usul dan Perkembangannya), hal. 233-234-235
^ Muwaffaq, Manaqib Abu Hanifah, Jilid I, hlm. 173; Dzahabi, Tadhkiratul Huffadz, Jilid I, hlm. 157
^ Al-Kulaini,al-Kafi, Juzuk I, hadith 154-14
Pranala Luar
Imam Keenam
Biografi Imam Keenam oleh Sheikh al-Mufid
Biografi Imam Ja'far dari kalangan Salafi
Anekdot
Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan:
Ja'far ash-ShadiqSeseorang pernah sekali meminta Ja'far untuk memperlihatkan Tuhan kepadanya. Imam berkata, "Lihat ke Matahari!" Orang itu berkata bahwa ia tidak dapat melihat matahari karena terlalu terang. Ja'far berkata, "Kalau kamu tidak dapat melihat yang diciptakan, bagaimana kamu merasa dapat melihat Pencipta?"
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Ja%27far_ash-Shadiq"
Imam Syi'ah
Dua Belas Imam
--------------------------------------------------------------------------------
Ali bin Abi Thalib
Hasan al-Mujtaba
Husain asy-Syahid
Ali Zainal Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja'far ash-Shadiq
Musa al-Kadzim
Ali ar-Ridha
Muhammad al-Jawad
Ali al-Hadi
Hasan al-Asykari
Muhammad al-Mahdi
--------------------------------------------------------------------------------
Ja'far ash-Shadiq (Bahasa Arab: جعفر الصادق), nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, adalah Imam ke-6 dalam tradisi Islam Syi'ah. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702 Masehi (M), dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah / 13 Desember 765 M. Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillah dimakamkan di Pekuburan Baqi', Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja'fari atau Dua Belas Imam; ia pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki). Perbedaan tentang siapa yang menjadi Imam setelahnya menjadikan mazhab Ismailiyah berbeda pandangan dengan mazhab Dua Belas Imam.
Daftar isi
1 Kelahiran dan kehidupan keluarga
1.1 Kelahiran
1.2 Keluarga
1.3 Keturunan
1.3.1 Anak laki-laki
1.3.2 Anak perempuan
1.4 Kehidupan awal
1.5 Meninggalnya
2 Masa keimaman
3 Perkembangan Mazhab Dua Belas Imam
3.1 Perkembangan pesat Mazhab Dua Belas Imam
3.2 Murid-murid Ja'far ash-Shadiq
3.3 Sasaran dari khalifah yang berkuasa
3.4 Penangkapannya
4 Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq
4.1 Dari Malik bin Anas
4.2 Dari Abu Hanifah
4.3 Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata
5 Referensi
6 Pranala Luar
7 Anekdot
Kelahiran dan kehidupan keluarga
Kelahiran
Ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 20 April 702 Masehi. Ia merupakan anak sulung dari Muhammad al-Baqir, sedangkan ibunya bernama Fatimah (beberapa riwayat menyatakan Ummu Farwah) binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan keturunan Abu Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya, Abdullah bin Abu Bakar. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan, dari Bani Umayyah.
Keluarga
Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad. Sedangkan saudara lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan Ubaydullah yang beribukan Umm Hakim binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan Zaynab beribukan wanita hamba sahaya, dan Umm Salamah yang beribukan wanita hamba pula.
Keturunan
Anak laki-laki
Isma'il bin Ja'far (Imam ke-7 menurut Ismailiyah)
Abdullah al-Afthah bin Ja'far
Musa bin Ja'far (Imam ke-7 menurut Dua Belas Imam)
Ishaq bin Ja'far
Muhammad al-Dhibbaja bin Ja'far
Abbas bin Ja'far
Ali bin Ja'far
Anak perempuan
Fatimah binti Ja'far
Asma binti Ja'far
Ummu Farwah binti Ja'far
Kehidupan awal
Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, ia dididik langsung oleh ayahnya. Setelah kepergian ayahnya yang syahid pada tahun 114 H, ia menggantikan posisi ayahnya sebagai Imam bagi kalangan Muslim Syi'ah.
Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan dinasti Bani Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99 H). Kedua-dua bersaudara inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk meracuni Ali Zainal Abidin, pada tahun 95 Hijriyah. Saat itu Ja'far ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat menyaksikan keadilan Umar II (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah.
Meninggalnya
Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4 Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat dari kalangan Syi'ah, dengan diracun atas perintah Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.
Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu khalifah sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana Al-Mansur menjadi gagal.
Ia dimakamkan di pekuburan Baqi', Madinah, berdekatan dengan Hasan bin Ali, Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir.
Masa keimaman
Situasi politik di zaman itu sangat menguntungkannya, sebab di saat itu terjadi pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Ja'far ash-Shadiq mampu menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke segenap penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, di Eropa dikenal dengan nama Geber, seorang ahli matematika dan kimia, Hisyam bin al-Hakam, Mu'min Thaq seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama Sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), al-Qodi As-Sukuni, Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki) dan lain-lain.
Di zaman Imam Ja'far, terjadi pergolakan politik dimana rakyat sudah jenuh berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman dan penindasan yang mereka lakukan selama ini. Situasi yang kacau dan pemerintahan yang mulai goyah dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah yang juga berambisi kepada kekuasaan. Kemudian mereka berkampanye dengan berkedok sebagai "para penuntut balas dari Bani Hasyim".
Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbasiyah mulai membuka kedoknya serta merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu, ternyata Bani Abbasiyah memusuhi Ahlul Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam syahid dengan meracunnya.
"Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/702 M. Dia wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan Syi'ah diracun dan dibunuh karena intrik Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia menjadi Imam keenam atas titah Illahi dan fatwa para pendahulunya." [1]
Perkembangan Mazhab Dua Belas Imam
Perkembangan pesat Mazhab Dua Belas Imam
Selama masa keimaman Ja'far ash-Shadiq inilah, mazhab Syi'ah Dua Belas Imam atau dikenal juga Imamiah mengalami kesempatan yang lebih besar dan iklim yang menguntungkan baginya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama. Ini dimungkinkan akibat pergolakan di berbagai negeri Islam, terutama bangkitnya kaum Muswaddah untuk menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah, dan perang berdarah yang akhirnya membawa keruntuhan dan kemusnahan Bani Umayyah. Kesempatan yang lebih besar bagi ajaran Syi'ah juga merupakan hasil dari landasan yang menguntungkan, yang diciptakan Imam ke-5 selama 20 tahun masa keimamannya melalui pengembangan ajaran Islam yang benar dan pengetahuan Ahlul Bait. Sampai sekarang pun mazhab Syi'ah Imamiah juga dikenal dengan mazhab Ja'fari.
Murid-murid Ja'far ash-Shadiq
Imam telah memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan berbagai pengetahuan keagamaan sampai saat terakhir dari keimamannya yang bersamaan dengan akhir Bani Umayyah dan awal dari kekhalifahan Bani Abbasiyah. Ia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan aqliah (intelektual) dan naqliah (agama) seperti:
Zararah,
Muhammad bin Muslim,
Mukmin Thaq,
Hisyam bin Hakam,
Aban bin Taghlib,
Hisyam bin Salim,
Huraiz,
Hisyam Kaibi Nassabah, dan
Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia. (di Eropa dikenal dengan nama Geber)
Bahkan beberapa sarjana terkemuka Sunni seperti:
Sofyan ats-Tsauri,
Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi),
Qadhi Sukuni,
Qodhi Abu Bakhtari,
Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki)
Mereka beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan majelis-majelis pengajaranya menghasilkan empat ribu sarjana hadist dan ilmu pengetahuan lain. Jumlah hadist yang terkumpul dari Imam ke-5 dan ke-6, lebih banyak dari seluruh hadits yang pernah dicatat dari Imam lainnya.
Sasaran dari khalifah yang berkuasa
Tetapi menjelang akhir hayatnya, ia menjadi sasaran pembatasan-pembatasan yang dibuat atas dirinya oleh Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah, yang memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan Nabi, yang merupakan kaum Syi'ah, hingga tindakan-tindakannya bahkan melampaui kekejaman Bani Umayyah. Atas perintahnya mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok, beberapa dan mereka dibuang dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati, sedangkan yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup atau ditempatkan di bawah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas mereka.
Penangkapannya
Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam ke-6 dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh As-Saffah, khalifah Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarra, Iraq untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia Al-Mansur.
Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq
Dari Malik bin Anas
Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab Tahdhib al-Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104:
"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini:
beliau sedang shalat,
beliau sedang berpuasa,
beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.
Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW tanpa taharah. Beliau seorang yang paling bertaqwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu pengetahuannya."
Dari Abu Hanifah
Pada suatu ketika khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin mengadakan perdebatan antara Abu Hanifah dengan Imam Ja'far ash-Shadiq AS. Khalifah bertujuan untuk menunjukkan kepada Abu Hanifah bahwa banyak orang sangat tertarik kepada Imam Ja'far bin Muhammad karena ilmu pengetahuannya yang luas itu. Khalifah Al-Mansur meminta Abu Hanifah menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam Ja'afar bin Muhammad AS di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya Al-Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad, dengan cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin Muhammad tidaklah luas ilmunya.
Menurut Abu Hanifah,
"Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin Muhammad duduk di sisi Al-Mansur. Ketika aku memandang Ja'far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa getar dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada Al-Mansur. Setelah memberikan salam, Al-Mansur memintaku duduk dan beliau memperkenalkanku kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian Al-Mansur memintaku mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu, mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya."
Abu Hanifah berkata lagi,
"Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain?"
Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata,
"Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqih yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad." [2]
Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata
"Hadist-hadist yang aku keluarkan adalah hadits-hadits dari bapakku. Hadist-hadist dari bapakku adalah dari kakekku. Hadist-hadist dari kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib, Amirul Mu'minin. Hadist-hadist dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadist-hadist dari Rasulullah SAW dan hadist-hadist dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah Azza Wa Jalla." [3]
Referensi
^ Thabathaba'i dalam "Islam Syiah (Asal-Usul dan Perkembangannya), hal. 233-234-235
^ Muwaffaq, Manaqib Abu Hanifah, Jilid I, hlm. 173; Dzahabi, Tadhkiratul Huffadz, Jilid I, hlm. 157
^ Al-Kulaini,al-Kafi, Juzuk I, hadith 154-14
Pranala Luar
Imam Keenam
Biografi Imam Keenam oleh Sheikh al-Mufid
Biografi Imam Ja'far dari kalangan Salafi
Anekdot
Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan:
Ja'far ash-ShadiqSeseorang pernah sekali meminta Ja'far untuk memperlihatkan Tuhan kepadanya. Imam berkata, "Lihat ke Matahari!" Orang itu berkata bahwa ia tidak dapat melihat matahari karena terlalu terang. Ja'far berkata, "Kalau kamu tidak dapat melihat yang diciptakan, bagaimana kamu merasa dapat melihat Pencipta?"
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Ja%27far_ash-Shadiq"
Naskah_Kuno - Babad Godog
Ringkasan isi :
Naskah ini berisi cerita tentang kisah seorang tokoh yang bernama Keyan Santang: putra Raja Padjajaran Sewu. Prabu Siliwangi, yang gagah perkasa kemudian masuk Islam. Ia menyebarkan agama baru yang dianutnya itu di Pulau Jawa dan menetap di Godog. Suci Kecamatan Karangpawitan Garut sampai akhir hayatnya. Nama-nama lain yang disandang tokoh itu adalah Gagak Lumayung, Garantang Sentra. Pangeran Gagak Lumiring. Sunan Rakhmat, dan Sunan Bidayah.
Pada suatu hari Keyan Santang berdatang sembah kepada ayahandanya. Ia ingin menyampaikan sesuatu yakni hasrat hatinya untuk dapat melihat darah sendiri. Kemudian baginda memanggil para ahli nujum untuk menanyakan siapa gerangan orang yang sanggup memenuhi keinginan Keyan Santang seperti yang diucapkannya tadi. Para ahli nujum tidak seorang pun yang dapat menjawab pertanyaan raja. Tetapi kemudian seorang kakek yang sudah tua renta dating menghadap baginda raja dan berkata. ? Daulat tuanku, hamba hendak menghabarkan kepada tuanku bahwa sebenarnya ada orang yang dapat memperlihatkan darah raja putra itu. Ialah Baginda Ali di Mekah.?
Prabu Siliwangi bertanya,?Siapa kiranya yang akan unggul bila anakku bertarung dengan dia?? Selesai pertanyaan itu diucapkan, maka tanpa memperlihatkan jawaban kakek itu pun lenyap dari pandangan. Menurut yang empunya cerita, kakek itu tak lain adalah Malaikat Jibril.
Nama Baginda Ali terkesan pada hati Keyan Santang. Sekarang ia ingin mencari orang yang memiliki nama itu ke Mekah. Setelah meminta izin dari Prabu Siliwangi dan menyetujuinya untuk berangkat, maka Keyan Santang terbang. Namun ia belum tahu jalan ke Mekah. Baru saja ia tinggal landas, di atasnya terdengar suara tanpa wujud sumbernya, ?Engkau bernama Geranta Sentra!?
Setelah itu tampak olehnya seorang putri yang sangat cantik turun dari langit. Terjadilah percakapan antara Keyan Santang dengan putri itu. Kemudian putrid itu minta kepada Keyan Santang agar diambilkan bintang-bintang dari langit. Setelah selesai mengucapkan permintaannya itu, maka hilanglah putri itu. Ingin memenuhi permintaan sang putri, Keyan Santang bertambah tinggi terbangnya, ia bermaksud akan memetik bintang. Tetapi malah bintang itu berterbangan jauh ke langit. Keyan Santang tidak putus asa, ia terus mengejar bintang itu hingga akhirnya ia sampai di atas Mekah. Karena Keyan santang demikian bernafsunya ia ingin dapat menangkap salah satu bintang, maka langit di atas Mekah pun menjadi hingar bingar. Suara gaduh itu membuat baginda Ali ingin melihat keadaan langit.
Tak lama kemudian bertemulah Baginda Ali dengan Keyan Santang. Terjadilah percakapan antara mereka. Kata Baginda Ali ,?Kau dapat mengambil bintang, asal kau tahu dahulu mantranya. ?Keyan Santang menanyakan bagaimana bunyi mantra itu. Kemudian Baginda Ali mengucapkan mantra yang berbunyi. ?Allohusoli ala nu dimakbul Sayidina Muhammad?. Setelah Keyan Santang mengucapkan mantra itu, ia dapat menangkap bintang dari langit. Ternyata bintang itu berupa untaian tasbih.
Diketahui akhirnya oleh putra raja Padjadjaran itu bahwa yang mengajarkan mantra itu adalah baginda Ali yang tengah dicarinya. Timbul keinginan Keyan Santang untuk mengajak bertarung dengan Baginda Ali. Tetapi Baginda Ali sudah tidak ada. Keyan Santang hanya bertemu dengan seorang tua bangka yang sedang membawa tungked (tongkat) dan tiang mesjid. Terjadilah percakapan antara Keyan Santang dengan orang tua itu . Keyan Santang mencoba untuk mencabut tongkat yang ditancapkan oleh orang tua tadi, tetapi tidak berhasil Setelah diketahui bahwa orang tua itu tidak lain adalah Baginda Ali, maka Keyan Santang pun menyatakan takluk dan kemudia mau memeluk agama Islam. Keyan Santang berganti nama menjadi Sunan Rakhmat atau Sunan Bidayah.
Keyan Santang pun memeiliki tugas untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Prabu Siliwangi menolak bahkan tidak mau memeluk agama Islam. Kemudian dengan jalan menembus bumi raja Padjadjaran itu pergi dari Padjadjaran Sewu. Sementara itu para bangsawan Padjadjaran bersalin rupa menjadi bermacam-macam jenis harimau. Sedangkan keraton serta merta berubah menjadi hutan belantara. Konon harimau-harimau itu menuju hutan Sancang mengikuti Prabu Siliwangi.
Sementara itu Sunan Rahkmat meng-Islamkan rakyat yang ada di Batulayang, Lebak Agung, Lebak Wangi, Curug Fogdog, Curug Sempur, dan Padusunan. Sewaktu itu Sunan Rakhmat kawin dengan Nyi Puger Wangi yang berasal dari Puger. Dari Puger Wangi Sunan Rakhmat mempunyai anak kembar, kedua-duanya laki-laki, kakaknya bernama Ali Muhammad dan adiknya Pangeran Ali Akbar. Sayang sekali tak lama kemudian setelah melahirkan Nyi Puger Wangi meninggal dunia.
Dalam kesedihan karena ditinggal istri, Sunan Rakhmat terus menyiarkan agama Islam di Karang Serang, Cilageni, Dayeuh Handap, Dayeuh Manggung, Cimalati, Cisieur, Cikupa, Cikaso, Pagaden, Haur Panggung, Cilolohan, warung Manuk, Kadeunghalang, dan Cihaurbeuti. Pada suatu saat pernah pula Sunan Rakhmat berangkat lagi ke Mekah.
Waktu akan pulang lagi ke Jawa, Sunan Rakhmat dibekali tanah Mekah yang dimasukan ke dalam peti. Di dalam peti itu diletakkan pula sebuah buli-buli berisi air zam-zam. Selain itu Sunan Rakhmat diberi hadiah kuda Sembrani oleh ratu Jin dan Jabalkop.
Alkisah disebutkan bila peti itu gesah (bergoyang) di suatu tempat di Pulau Jawa, maka itulah tandanya Sunan Rakhmat mesti berhenti. Di sanalah ia mesti bermukim. Adapun menurut yang empunya cerita, tempat bergoyangnya peti itu di Godog. Itulah sebabnya Sunan Rakhmat yang nama aslinya Keyan Satang dimakamkan di Godog Karangpawitan Garut.
Naskah ini berisi cerita tentang kisah seorang tokoh yang bernama Keyan Santang: putra Raja Padjajaran Sewu. Prabu Siliwangi, yang gagah perkasa kemudian masuk Islam. Ia menyebarkan agama baru yang dianutnya itu di Pulau Jawa dan menetap di Godog. Suci Kecamatan Karangpawitan Garut sampai akhir hayatnya. Nama-nama lain yang disandang tokoh itu adalah Gagak Lumayung, Garantang Sentra. Pangeran Gagak Lumiring. Sunan Rakhmat, dan Sunan Bidayah.
Pada suatu hari Keyan Santang berdatang sembah kepada ayahandanya. Ia ingin menyampaikan sesuatu yakni hasrat hatinya untuk dapat melihat darah sendiri. Kemudian baginda memanggil para ahli nujum untuk menanyakan siapa gerangan orang yang sanggup memenuhi keinginan Keyan Santang seperti yang diucapkannya tadi. Para ahli nujum tidak seorang pun yang dapat menjawab pertanyaan raja. Tetapi kemudian seorang kakek yang sudah tua renta dating menghadap baginda raja dan berkata. ? Daulat tuanku, hamba hendak menghabarkan kepada tuanku bahwa sebenarnya ada orang yang dapat memperlihatkan darah raja putra itu. Ialah Baginda Ali di Mekah.?
Prabu Siliwangi bertanya,?Siapa kiranya yang akan unggul bila anakku bertarung dengan dia?? Selesai pertanyaan itu diucapkan, maka tanpa memperlihatkan jawaban kakek itu pun lenyap dari pandangan. Menurut yang empunya cerita, kakek itu tak lain adalah Malaikat Jibril.
Nama Baginda Ali terkesan pada hati Keyan Santang. Sekarang ia ingin mencari orang yang memiliki nama itu ke Mekah. Setelah meminta izin dari Prabu Siliwangi dan menyetujuinya untuk berangkat, maka Keyan Santang terbang. Namun ia belum tahu jalan ke Mekah. Baru saja ia tinggal landas, di atasnya terdengar suara tanpa wujud sumbernya, ?Engkau bernama Geranta Sentra!?
Setelah itu tampak olehnya seorang putri yang sangat cantik turun dari langit. Terjadilah percakapan antara Keyan Santang dengan putri itu. Kemudian putrid itu minta kepada Keyan Santang agar diambilkan bintang-bintang dari langit. Setelah selesai mengucapkan permintaannya itu, maka hilanglah putri itu. Ingin memenuhi permintaan sang putri, Keyan Santang bertambah tinggi terbangnya, ia bermaksud akan memetik bintang. Tetapi malah bintang itu berterbangan jauh ke langit. Keyan Santang tidak putus asa, ia terus mengejar bintang itu hingga akhirnya ia sampai di atas Mekah. Karena Keyan santang demikian bernafsunya ia ingin dapat menangkap salah satu bintang, maka langit di atas Mekah pun menjadi hingar bingar. Suara gaduh itu membuat baginda Ali ingin melihat keadaan langit.
Tak lama kemudian bertemulah Baginda Ali dengan Keyan Santang. Terjadilah percakapan antara mereka. Kata Baginda Ali ,?Kau dapat mengambil bintang, asal kau tahu dahulu mantranya. ?Keyan Santang menanyakan bagaimana bunyi mantra itu. Kemudian Baginda Ali mengucapkan mantra yang berbunyi. ?Allohusoli ala nu dimakbul Sayidina Muhammad?. Setelah Keyan Santang mengucapkan mantra itu, ia dapat menangkap bintang dari langit. Ternyata bintang itu berupa untaian tasbih.
Diketahui akhirnya oleh putra raja Padjadjaran itu bahwa yang mengajarkan mantra itu adalah baginda Ali yang tengah dicarinya. Timbul keinginan Keyan Santang untuk mengajak bertarung dengan Baginda Ali. Tetapi Baginda Ali sudah tidak ada. Keyan Santang hanya bertemu dengan seorang tua bangka yang sedang membawa tungked (tongkat) dan tiang mesjid. Terjadilah percakapan antara Keyan Santang dengan orang tua itu . Keyan Santang mencoba untuk mencabut tongkat yang ditancapkan oleh orang tua tadi, tetapi tidak berhasil Setelah diketahui bahwa orang tua itu tidak lain adalah Baginda Ali, maka Keyan Santang pun menyatakan takluk dan kemudia mau memeluk agama Islam. Keyan Santang berganti nama menjadi Sunan Rakhmat atau Sunan Bidayah.
Keyan Santang pun memeiliki tugas untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Prabu Siliwangi menolak bahkan tidak mau memeluk agama Islam. Kemudian dengan jalan menembus bumi raja Padjadjaran itu pergi dari Padjadjaran Sewu. Sementara itu para bangsawan Padjadjaran bersalin rupa menjadi bermacam-macam jenis harimau. Sedangkan keraton serta merta berubah menjadi hutan belantara. Konon harimau-harimau itu menuju hutan Sancang mengikuti Prabu Siliwangi.
Sementara itu Sunan Rahkmat meng-Islamkan rakyat yang ada di Batulayang, Lebak Agung, Lebak Wangi, Curug Fogdog, Curug Sempur, dan Padusunan. Sewaktu itu Sunan Rakhmat kawin dengan Nyi Puger Wangi yang berasal dari Puger. Dari Puger Wangi Sunan Rakhmat mempunyai anak kembar, kedua-duanya laki-laki, kakaknya bernama Ali Muhammad dan adiknya Pangeran Ali Akbar. Sayang sekali tak lama kemudian setelah melahirkan Nyi Puger Wangi meninggal dunia.
Dalam kesedihan karena ditinggal istri, Sunan Rakhmat terus menyiarkan agama Islam di Karang Serang, Cilageni, Dayeuh Handap, Dayeuh Manggung, Cimalati, Cisieur, Cikupa, Cikaso, Pagaden, Haur Panggung, Cilolohan, warung Manuk, Kadeunghalang, dan Cihaurbeuti. Pada suatu saat pernah pula Sunan Rakhmat berangkat lagi ke Mekah.
Waktu akan pulang lagi ke Jawa, Sunan Rakhmat dibekali tanah Mekah yang dimasukan ke dalam peti. Di dalam peti itu diletakkan pula sebuah buli-buli berisi air zam-zam. Selain itu Sunan Rakhmat diberi hadiah kuda Sembrani oleh ratu Jin dan Jabalkop.
Alkisah disebutkan bila peti itu gesah (bergoyang) di suatu tempat di Pulau Jawa, maka itulah tandanya Sunan Rakhmat mesti berhenti. Di sanalah ia mesti bermukim. Adapun menurut yang empunya cerita, tempat bergoyangnya peti itu di Godog. Itulah sebabnya Sunan Rakhmat yang nama aslinya Keyan Satang dimakamkan di Godog Karangpawitan Garut.
Langganan:
Postingan (Atom)